Super Hornet Australia Berdampingan Dengan Sukhoi Indonesia |
Lalu apa kata penerbang jet Sukhoi Indonesia, yang semestinya juga menganggap latihan udara bersama ini sebagai pengalaman yang amat berharga? "Walau skalanya tidak sebesar Red Flag, latihan ini tampak direncanakan, dikelola dan dilaksanakan dengan sangat baik. Mereka memanfaatkan semua sumber yang ada dan dimiliki partisipan, sehingga latihan seperti real," ungkap Komandan Skadron Udara 11 Letkol Pnb. Untung Suropati kepada Angkasa. Red Flag yang ia sebut adalah latihan pertempuran udara madya yang rutin dilakukan AU AS di Alaska dan Nevada.
Ditambahkan, walau TNI AU sering berlatih operasi udara semacam ini, namun skala dan kompleksitas Pitch Black telah menambah wawasan, pengetahuan serta bekal yang lain bagi penerbang TNI AU. Mereka kini tahu seperti apa operasi gabungan skala besar multi-nasional. Untuk itu kesempatan ini sebaiknya memang diberikan juga kepada skadron udara lain.
Adakah kesan khusus terhadap F/A-18F Super Hornet, yang disandingkan sebagai "lawan tanding" Su-27/30? "Pesawat ini bagus. Thrust (daya dorong mesin) dan avioniknya jauh lebih baik dari Hornet yang klasik (F/A-18 Hornet). Tetapi untuk bisa maksimal, tetap kembali pada pilotnya. Seberapa terlatih dan seberapa terampil dia bisa memanfaatkan kelebihan yang ada," ungkapnya di sela-sela latihan Flypass 17 Agustus nanti di atas Istana Negara, Jakarta.
"Syukur kami bisa mengimbanginya. Berkat kerap berlatih dengan radar, RWR, extra thrust; mereka memberi apresiasi dan pengakuan yang luar biasa pada kemampuan BVR (Beyond Visual Range) combat dan Close Combat yang kami miliki," ujar Untung Suropati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar